Categories
Active Lifestyle Tips/Ideas/Update Community Run

SKOLARI : Komunitas Lari yang Menginspirasi

Olahraga lari telah lama menjadi pilihan populer di kalangan masyarakat, tak hanya karena manfaat fisiknya tetapi juga dampak positifnya terhadap kesehatan mental. Namun, di balik antusiasme ini, seringkali terjadi kecelakaan atau cedera saat mengikuti kompetisi lari. Berangkat dari kesadaran akan hal ini, pada awal tahun 2019, Skolari didirikan sebagai sebuah komunitas lari yang berkomitmen untuk tidak hanya memperkenalkan olahraga lari, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang teknik berlari yang benar dan aman.

Skolari, yang dikenal karena semangatnya dalam mengedukasi masyarakat, bermula dari kekhawatiran akan tingginya tingkat cedera pada peserta race lari di Indonesia. Founder Skolari, yang terdiri dari Riski Sinar Respati, Rinaldi Usman, Novi Eastiyanto, dan Andy Nurman, bersama-sama mencari solusi dengan mencari seorang pelatih yang berkualitas untuk memimpin latihan mereka.

Mereka menemukan jawaban dalam bentuk seorang pelatih yang berkompeten. Dengan semangat untuk berbagi pengetahuan tentang teknik berlari yang benar, pada Januari 2019, Skolari meluncurkan program kelas gratis mereka di Gelora Bung Karno. Dalam setiap sesi latihan, yang diadakan setiap Kamis malam dan Minggu pagi, Skolari berusaha memberikan pelayanan pelatihan secara gratis kepada masyarakat.

Meskipun pelatihan gratis, Skolari tetap memastikan bahwa pelatihan tersebut berkualitas. Mereka melibatkan pelatih-pelatih yang bersertifikasi untuk memimpin setiap sesi latihan. Saat ini, Skolari bangga memiliki tujuh pelatih yang berdedikasi yaitu Coach Andy Nurman, Coach Ali Tubaka, Coach Yusuf Aprian, Coach Yuli Yusmara, Coach Anwar, Coach Mae, dan Coach Rinaldi Usman.

Dukungan dan minat masyarakat terhadap Skolari terus tumbuh sejak berdirinya. Hingga bulan Februari 2024, Skolari telah menarik lebih dari 800 anggota aktif yang tergabung dalam grup WhatsApp dan memiliki lebih dari 14.500 pengikut di Instagram. Kehadiran mereka di media sosial, terutama di akun Instagram @skolari.id, menjadi saluran utama untuk mengumumkan detail-tempat dan waktu pelatihan.

Salah satu kegiatan utama Skolari yang paling diminati oleh anggotanya adalah “Skolari On Sunday” (SOS). Setiap Minggu pagi, mereka mengadakan long run dengan jarak antara 10 hingga 15 kilometer. Acara ini dimulai pukul 05.30 WIB di Area Parkir Bank Panin, dengan peserta mencapai sekitar 90 hingga 120 orang setiap minggunya. Kegiatan ini menawarkan variasi gerbong pace, mulai dari pace 09.30 hingga pace 05.30, sehingga setiap peserta dapat menyesuaikan kecepatan lari mereka.

Tidak hanya itu, setiap Kamis malam, Skolari juga menyelenggarakan latihan yang disediakan secara gratis kepada masyarakat. Menu latihan beragam, mulai dari Running Drill, Speed/Interval, hingga Strength dan Tes Kebugaran. Latihan diadakan di Plaza Barat GBK, dimulai pukul 18.30 WIB, dengan jumlah peserta rata-rata mencapai 80 hingga 200 orang setiap minggunya.

Untuk skolarist yang ingin memiliki target lebih dalam berlari juga tidak perlu khawatir, Skolari menyediakan program pelatihan berbayar dan eksklusif yang nantinya akan dilatih oleh pelatih-pelatih dari Skolari. Akan ada beraneka macam paket dengan jadwal yang bisa dipilih oleh peserta program menyesuaikan dengan target yang ingin dicapai.

Selain itu, Skolari juga dapat berkolaborasi dengan event race / fun run mulai dari Race Director, Pacer, Sweeper, Coordinator, Mapping Route dan Dokumentasi. Sehingga tak hanya program dan pelatihan saja namun Skolari juga bisa turut menjadi bagian baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan lari.

Dengan semangat untuk terus mengedukasi dan menginspirasi masyarakat Indonesia melalui olahraga lari, Skolari terus berkomitmen untuk menyediakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi para pelari dari segala tingkatan. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi komunitas lari yang dinamis tetapi juga menjadi agen perubahan positif dalam mendorong gaya hidup sehat di tengah-tengah masyarakat.

Categories
Active Lifestyle Tips/Ideas/Update Run

Berlari dengan Sepatu vs Barefoot

Fitness woman running training for marathon on sunny coast trail

Dalam dunia kebugaran dan olahraga, berlari merupakan salah satu aktivitas yang paling populer dan mudah diakses oleh siapa saja. Namun, ada perdebatan yang tak kunjung usai mengenai metode terbaik untuk berlari: menggunakan sepatu lari khusus atau bahkan tanpa sepatu sama sekali, yang dikenal sebagai berlari “barefoot“. Mari kita eksplorasi kedua sisi perspektif ini dan memahami manfaat serta tantangan dari masing-masing metode.

Berlari dengan Sepatu: Teknologi dan Dukungan

Sepatu lari modern telah mengalami evolusi pesat dalam teknologi dan desainnya. Mereka dirancang dengan tujuan memberikan dukungan, perlindungan, serta meredam dampak saat kaki bersentuhan dengan permukaan. Teknologi canggih seperti bantalan udara, tali sepatu yang dapat disesuaikan, serta bahan-bahan ringan yang mampu meningkatkan kenyamanan dan performa para pelari. Selain itu, sepatu lari juga dapat membantu mengoreksi postur dan langkah berlari, mengurangi risiko cedera, terutama bagi mereka yang memiliki masalah kaki atau postur tubuh.

Kelebihan Berlari dengan Sepatu:

Sepatu lari memberikan perlindungan ekstra terhadap dampak saat kaki menghantam permukaan keras, seperti aspal atau beton. Desain ergonomis sepatu lari memberikan dukungan bagi lengkungan kaki, pergelangan kaki, dan tumit, membantu mencegah cedera dan ketidaknyamanan.Teknologi dalam sepatu lari juga dapat meningkatkan stabilitas dan efisiensi langkah berlari, membantu pelari mencapai prestasi yang lebih baik.

Berlari tanpa sepatu, atau barefoot running, telah mendapatkan perhatian lebih dalam beberapa tahun terakhir. Para pendukung metode ini percaya bahwa manusia telah berevolusi untuk berlari tanpa sepatu, sehingga berlari tanpa alas kaki dapat membawa kembali gerakan alami tubuh dan meningkatkan keseimbangan serta kinerja otot.

Kelebihan Berlari Barefoot:

Gerakan Alami: Berlari tanpa sepatu memungkinkan gerakan alami kaki dan otot, mengurangi risiko cedera akibat pola berlari yang tidak alami. Berlari tanpa sepatu juga dapat memperkuat otot-otot kaki dan pergelangan kaki serta meningkatkan keseimbangan tubuh. Berlari tanpa alas kaki memungkinkan pengalaman langsung dengan permukaan tanah, meningkatkan kesadaran terhadap tekstur dan kondisi di sekitar.

Namun, perlu diingat bahwa berlari barefoot juga memiliki tantangan. Permukaan jalan yang keras dan kasar dapat menyebabkan cedera pada kaki yang belum terbiasa. Selain itu, transisi dari berlari dengan sepatu ke barefoot perlu dilakukan secara bertahap untuk menghindari cedera.

Kesimpulan

Pilihan antara berlari dengan sepatu atau barefoot bergantung pada preferensi, tujuan, dan kondisi tubuh masing-masing individu. Sepatu lari modern dapat memberikan perlindungan dan dukungan yang dibutuhkan, sementara berlari barefoot dapat membawa kembali gerakan alami tubuh dan koneksi dengan lingkungan. Apapun metode yang Anda pilih, penting untuk memahami manfaat dan risikonya, serta berkonsultasi dengan ahli olahraga atau dokter sebelum melakukan perubahan signifikan dalam rutinitas berlari Anda.

Categories
Active Lifestyle Tips/Ideas/Update Nature Run Travel Tips/Ideas/Update Urban/Landmark

Berlari di Suhu 0° Celcius?

Berlari sudah menjadi olahraga sejuta umat di seluruh dunia. Sejak adanya Pandemi Covid-19 masyarakat dunia termasuk Indonesia mulai memahami pentingnya kesehatan diri. Salah satu kesehatan tersebut tentu akan didapat salah satunya dengan berolahraga secara rutin. Salah satunya berlari ini. Sehingga tidak heran jika tren berlari cukup meningkat di Indonesia yang salah satunya dapat dilihat dari tingkat pembelian sepatu-sepatu lari yang cukup meningkat.

Namun, apakah pernah terbayang oleh kamu untuk berlari dengan suhu yang tidak sewajarnya di Indonesia yang memang biasa berada pada kisaran suhu 18 hingga 35 derajat celcius?

Beberapa waktu lalu, tim WIA berkesempatan untuk berlari di musim dingin dengan suhu 0 derajat celcius. Bagi sebagian orang yang memang tinggal di daerah yang mendapat musim dingin mungkin sudah tidak menjadi hal yang mengejutkan. Namun bagi kami yang memang selalu beraktivitas di musim panas, ini tentu menjadi suatu pengalaman yang baru.

Tepatnya kami berlari di Interlaken, kota yang dikelilingi oleh bentangan pegunungan salju Alpen. Secara rasa dari penggunaan tenaga pada otot kaki mungkin cenderung sama. Begitupun dengan ayunan tangan. Namun jika bicara soal nafas tentu akan sangat berbeda. Lari di musim dingin akan membuat nafas kita menjadi lebih berat, hal ini yang benar-benar kami rasakan beberapa waktu lalu. Sehingga membuat kami cepat lelah dan juga kondisi heart rate diatas angka wajarnya dengan sesi latihan yang sama di Indonesia.

Tidak hanya harus menghadapi nafas yang lebih berat, udara dingin membuat tubuh dan juga area telinga dan hidung cukup membeku. Hal ini sangat mempengaruhi performa lari kita yaitu berkaitan dengan kenyamanan. Memang Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan perlengkapan lari khusus untuk musim dingin yang memang tidak kami miliki ketika berlari di musim dingin beberapa waktu lalu.

Bagi kamu yang ingin mencoba untuk berlari di musim dingin hingga mencapai suhu 0 derajat celcius, sangat kami rekomendasikan untuk menggunakan perlengkapan lari untuk musim dingin agar tidak terjadi cidera yang tidak diinginkan. Jadi, tertarik gak nih untuk mencoba berlari di musim dingin?

Categories
On Paper Comparison Running Gear/Gadget

On Paper Comparison Bahasa Indonesia : Garmin Fenix 7 Solar VS Amazfit Falcon

Garmin Fenix 7 Solar – Photo by Pocketlint

Beberapa pabrikan jam di dunia, mengeluarkan tipe jamnya yang dibagi berdasarkan dengan penggunaan yang berbeda-beda. Seperti halnya jam tangan untuk lari. Sudah tidak asing lagi bagi kita mendengar jam tangan untuk para pelari. Namun, bagaimana dengan tipe jam tangan high-end yang siap menghantam segala penggunaan ekstrem penggunanya. High-end disini tnetu memiliki makna seri premium dari brand tersebut. Seperti halnya yang beberapa waktu belakangan ini cukup membuat ramai para pengguna smartwatch yaitu dengan kehadiran Amazfit Falcon. Jam tangan dengan kualitas yang tinggi dari Amazfit yang digadang-gadang dapat menyaingi seri high-end dari brand sebelah yaitu Garmin. Tepatnya Garmin Fenix 7 Solar. Tentu kedua jam tangan ini sangat berbeda dengan jam tangan pada umumnya seperti dari mulai build quality kedua jam ini memiliki body yang sangat solid dan gagah terlihat. Untuk mengetahui perbedaan keduanya lebih jauh, mari kita bahas satu per satu.

Amazfit Falcon – Photo by Gizchina
CategoryAmazfit FalconGarmin Fenix 7 Solar
Release DateOctober 13, 2022January 18, 2022
PriceRp7.799.000Rp14.000.000
Display Size & Resolution1.28 Inches with AMOLED Display, 416x416px1.3 inches, 260x260px
Weight64g79g
Battery Life14 days22 days
Touchscreen
GPS, Glonass, Galileo
Barometer
Compass
Gyroscope
Accelerometer
Blood Oxygen
Temperature Sensor
ANT+ Support
NFC Support
Wireless Charging
Saphire Glass
Golf Mode
Solar Power Battery
Answer Call
Internal Storage16GB2,5GB
Comparsion table, Amazfit Falcon vs Garmin Fenix 7 Solar

1. Desain

Secara tampilan luar, keduanya sama-sama memiliki tampilan yang sangat kokoh. Dibalut dengan lapisan titanium yang sangat solid nan mewah. Keduanya juga sudah memiliki fitur layar sentuh untuk mempermudah penggunanya dalam mengoperasikan kedua jam tangan ini. Meski begitu, untuk Garmin Fenix 7 Solar ini tetap unggul dikarenakan fitur layar sentuh ini bisa di non aktifkan dan berpindah pengoperasiannya dengan menggunakan fungsi tombol yang ada. Untuk kualitas layar sendiri, Amazfit Falcon memiliki keunggulan yang cukup jauh dibanding Garmin Fenix 7 Solar yang mana sudah menggunakan layar AMOLED dengan kemampuan tingkat kecerahan hingga 1000 nits. Resolusi yang ada pada layar kedua jam ini juga diunggulkan oleh brand Amazfit yang mencapai 416×416 pixel. Selain itu pada Amazfit seri Falcon ini sudah menggunakan saphire glass yang tidak perlu diragukan lagi kekuatannya. Sedangkan pada Garmin Fenix 7 Solar hanya pada seri saphire yang sudah menggunakan saphire glass.

Garmin Fenix 7 Solar – Photo by acesports

Secara berat, keduanya memiliki perbedaan yang cukup jauh walaupun penggunaan bahan dan juga dimensi kedua jam ini tidak terlalu berbeda. Yaitu 64g untuk amazfit Falcon dan juga 79g untuk Garmin Fenix 7 Solar. Walaupun Garmin Fenix 7 Solar cukup tertinggal pada bagian berat jam dan juga kualitas layar yang ada, seri high-end dari Garmin ini memiliki keunggulan pada daya tahan baterai yang bisa mencapai 22 hari. Memang daya tahan baterai dari jajaran seri Garmin Fenix 7 ini di bangga-banggakan oleh banyak orang mengingat fitur solar yang juga tertanam membuat daya tahan baterai jam ini bisa sangat lama.

Amazfit Falcon

2. Sensor, Fitur Kesehatan, dan Olahraga

Jika dilihat dari perbandingan sensor yang ditanamkan pada kedua jam tangan ini, Garmin Fenix 7 Solar sangat terlihat jauh lebih unggul dibanding Amazfit Falcon. Seperti pada blood oxygen sensor, temperature sensor, ANT+ Support, NFC Support, dan Wireless Charging. Walaupun banyak fitur yang ada pada Garmin Fenix 7 Solar dan tidak terdapat pada Amazfit Falcon, seri tertinggi dari brand Amazfit ini tetap memiliki fitur-fitur dasar untuk kegiatan outdoor seperti barometer, compass, altimter, gyroscope, accelerometer, dan juga kemampuan menangkap sinyal GPS yang sudah sangat akurat.

Selain itu, keduanya sudah memiliki fitur peta jika pengguna ingin melakukan kegiatan outdoor yang cukup jauh dan rawan tersesat. Namun, pada Garmin Fenix 7 Solar ini sudah memiliki visual peta yang jauh lebih baik dan mudah untuk digunakannya. Selain itu, keduanya sudah dibekali dengan penyimpanan internal untuk menyimpan musik dan juga peta yang kita buat.

Amazfit Falcon – Photo by Thegioididong

Jadi, kira-kira dari perbandingan diatas, mana sih yang lebih menarik antara Amazfit Falcon atau Garmin Fenix 7 Solar dengan selisih harga yang cukup jauh perbedaannya?

Apabila kamu ingin mendukung WIA Journal dengan membeli produk yang kami bahas, klik tautan berikut ini :

Garmin Fenix 7 Solar : wia.id/d/brand/garmin-indonesia/jual-garmin-fenix-series/garmin-fenix-7-indonesia/fenix-7-solar?entity_id=1455

Categories
Active Lifestyle Tips/Ideas/Update Community Run

Meet Unpad Runner, Komunitas Lari di Kampus Jatinangor

Komunitas olahraga menjadi salah satu wadah bagi para pecinta olahraga untuk saling mengenal satu sama lain. Bahkan tidak jarang berawal dari kenal di komunitas dan berakhir menjadi partner bisnis. Komunitas olahraga sendiri biasanya dibagi sesuai jenis olahraganya masing-masing. Seperti komunitas lari, komuitas gowes, komunitas renang, dll. Selain dibagi sesuai dengan jenis olahraganya, komunitas biasanya dibentuk sesuai wilayah masing-masing. Tentu hal ini memiliki dasar karena tujuan awal komunitas itu sendiri dibentuk yaitu untuk menyatukan orang-orang yang memiliki hobi yang sama yang tinggal disekitar tempat tinggal kita.

Namun, bukan berarti seluruh komunitas mengatasnamakan suatu wilayah untuk menjalin hubungan sosial satu sama lain. Seperti salah satu komunitas yang ada di Jatinangor, Sumedang ini. Yaitu komunitas lari “Unpad Runner”. Unpad Runner atau yang biasa disingkat UR merupakan salah satu komunitas lari di sekitaran Bandung, tepatnya di Jatinangor yang dibentuk untuk menyatukan mahasiswa Universitas Padjadjaran yang memiliki ketertarikan lari agar bisa saling mengenal satu sama lain.

Unpad Runner ketika sedang pemanasan sebelum latihan rutin

Unpad Runner sendiri dibentuk pada tahun 2013 oleh Kang Syahid yaitu mahasiswa Unpad tahun 2007. Memang beberapa bulan tepatnya sekitar 7 bulan setelah dibentuknya komunitas ini, anggota UR terbilang cukup banyak yaitu sekitar 50 orang. Namun memang pada saat itu UR belum memiliki latihan yang terprogram dengan baik, hanya saja untuk saling mengenal satu sama lain agar memiliki teman ketika ingin berlari.

Cerita mengenai Kang Syahid sendiri yaitu sosok dibalik berdirinya Unpad Runner, beliau membentuk komunitas ini berawal karena setiap lari di sekitar kampus sering berpapasan dengan pelari lain. Dan dari situlah Kang Syahid ini terfikir untuk menyatukan seluruh pelari yang sering berpapasan ini dengan harapan ada yang memang memiliki pemahaman lebih tentang dunia lari dan bisa sharing satu sama lain di anggota Unpad Runner ini.

Unpad Runner latihan bersama komunitas lain, RCK Runner

Hingga pada tahun 2017 terjadi regenerasi pada komunitas lari ini. Yaitu terdapat captain atau ketua baru dari komunitas ini yaitu Kang Akmal dari mahasiswa Unpad angkatan 2016. Sejak dibawah kepengurusan Kang Akmal ini, UR masih rutin latihan hingga pada akhir tahun 2019, salah satu pendiri dari komunitas lari di wilayah Rancaekek, RCK Runners yang juga merupakan mahasiswa Unpad yaitu Kang Agung mulai fokus untuk membantu Unpad Runner dalam pengelolaannya. Kang Agung sendiri hadir dengan membawa pelatih untuk Unpad Runner agar latihan UR ini lebih terstruktur.

Kang Jejen, pelatih Unpad Runner

Mengenal lebih jauh tentang pelatih Unpad Runner ini, Kang Jejen merupakan pelari yang sudah memiliki sangat banyak pengalaman di dunia lari. Terlebih adanya keikutsertaan Kang Jejen menjadi pocari pacer team pada tahun 2018 dan 2019. Selain itu juga, Kang Jejen seringkali mengikuti event ultra yang memang tidak semua orang mampu menakluki rute dengan jarak yang sangat jauh itu.

Hingga munculah wabah Covid 19 yang mengharuskan seluruh masyarakat Indonesia untuk lockdown di rumah masing-masing dan juga tentu hal ini yang mengharuskan komunitas lari ini berhenti sementara untuk mengikuti aturan pemerintah yang ada. Sampai pada Juli 2022, UR kembali berdiri setelah beberapa anggota yang sudah lulus ditambah dengan informasi mengenai komunitas ini cukup terhambat karena adanya Covid 19. Sehingga berdampak pada anggota UR yang sangat menurun yaitu tercatat pada Oktober 2022, anggota dari UR yaitu 26 orang. Karena memang hingga saat ini, UR masih dalam tahapan mengajak mahasiswa-mahasiswi Universitas Padjadjaran untuk ikut bergabung dengan Unpad Runner ini.

Unpad Runner ikut event lari di Bandung

Saat ini, hubungan Unpad Runner dengan komunitas lari sekitar Jatinangor dan Bandung juga kian membaik. Tentu ada beberapa faktor yang membantu dikenalnya UR di komunitas lain. Salah satunya adalah Ex anggota UR yang memang tinggal di Bandung dan sudah tergabung di komunitas lari lain membantu memperkenalkan UR dalam aspek hubungal sosial. Tidak hanya pada komunitas, beberapa Ex Unpad Runner juga bekerja di beberapa brand yang berkaitan dengan lari dan membantu UR untuk mendapatkan dukungan berupa sponsorship.

Categories
On Paper Comparison Running Gear/Gadget

On Paper Comparison Bahasa Indonesia : Garmin Forerunner 55 vs 255 vs 955

Bagi seorang pecinta olahraga khususnya pelari, sportwatch sudah menjadi salah satu barang yang wajib dimiliki. Tidak hanya berbicara mengenai pakaian lari, yang mana jam menjadi salah satu elemen yang dilirik dalam peralatan lari kita. Namun faktanya, sportwatch ini merupakan alat penting untuk memantau kesehatan kita dengan beberapa fitur yang sudah tertanam di jam tersebut. Berbagai macam brand mengeluarkan versi terbaiknya masing-masing, dan salah satunya adalah Garmin.

Garmin sendiri mengeluarkan seri jam tangannya dengan membagi setiap fungsinya berdasarkan seri, ada yang diperuntukan khusus bermain golf, ada untuk aviasi, untuk diving, lari, dan masih banyak lainnya. Dan kali ini, kami ingin membahas seri Garmin untuk pelari yaitu Forerunner 55, 255, dan 955. Jika dilihat sekilas, memang ketiga seri forerunner tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada tampilan jamnya. Namun, dengan perbedaan harga yang cukup jauh yaitu Rp3.199.000 untuk seri 55, Rp5.829.000 untuk seri 255, dan Rp8.329.000 untuk seri 955, tentu ketiganya memiliki kelengkapan fitur yang berbeda. Tidak hanya dari segi fitur, namun juga pastinya perbedaan pada tampilan seperti pada material kaca yang digunakan saja berbeda. Corning® Gorilla® Glass 3 pada seri 255, Corning® Gorilla® Glass DX pada seri 955, dan chemically strengthened glass pada seri 55. Untuk itu, mari kita bandingkan ketiga seri Garmin forerunner tersebut lebih detail.

Photo by POCKET-LINT
Category55255955
Lens Materialchemically strengthened glassCorning® Gorilla® Glass 3Corning® Gorilla® Glass DX
Physical size42 x 42 x 11.6 mm45.6 x 45.6 x 12.9 (mm)46.5 x 46.5 x 14.4 (mm)
Touchscreen
Color display
Display Size & Resolution1.04″ (26.3 mm) diameter with 208 x 208 pixels1.3″ (33 mm) diameter with 260 x 260 pixels1.3″ (33 mm) diameter with 260 x 260 pixels
Weight37g49g52g
Battery lifeSmartwatch Mode: Up to 2 weeks
GPS mode: Up to 20 hours
Smartwatch mode: Up to 14 days
GPS-only GNSS mode: Up to 30 hours
All-Systems GNSS mode with music: Up to 6.5 hours
All-Systems GNSS mode: Up to 25 hours
All-Systems GNSS mode plus Multi-Band:Up to 16 hours
Smartwatch mode: Up to 15 days
GPS-only mode without music: Up to 42 hours
All-Systems GNSS mode plus Multi-Band with music: Up to 8.5 hours
All Systems GNSS mode plus Multi-Band without music: Up to 20 hours
Ultratrac mode: Up to 80 hours
Memory200 hours of activity data4 GB32 GB
Wrist-based heart rate (constant, every second)
Sleep Detection
Health snapshot
GPS, GLONASS, Galileo
Multi-frequency Positioning
Barometric altimeter
Compass
Pulse Ox Blood Oxygen Saturation Monitor
Gyroscope
Accelerometer
Thermometer
ConnectivityBluetooth®, ANT+®Bluetooth®, ANT+®, Wi-Fi®Bluetooth®, ANT+®, Wi-Fi®
Weather & Calendar
Music storage
up to 500 songs (Music series only)
Up to 2000 songs
Incident detection alert on phone for wearables
Dual grid coordinates
Step counter
Gym & Fitness Data
HR zones & Alerts
Recovery time
Training readiness
Race predictor
Comparison Table Between Forerunner 55 vs 255 vs 955

Memang perbedaan pada forerunner 255 dan 955 tidak terlalu signifikan terlebih pada fitur basic untuk pelari recreational. Namun, forerunner 955 memiliki fitur yang memang diperuntukan pelari-pelari profesional. Kemudian untuk seri forerunner 55, terlihat cukup signifikan perbedaan dari segi fitur dengan seri-seri atasnya. Forerunner 55 dibuat se-compact mungkin dari segi fitur dan juga ukurannya dengan menyasar bagi para pelari pemula yang memang membutuhkan jam tangan lari yang dapat memberikan data yang akurat dan juga fitur kesehatan seperti detak jantung yang cukup baik. Mari kita bahas ketiga jam tersebut lebih detil :

1. Desain

Dari segi desain, ketiganya memiliki bentuk yang sama namun dengan diameter layar yang berbeda. Garmin Forerunner 955 memiliki ukuran yang paling besar dibanding seri bawahnya. Tentu ukuran menentukan berat dari jam ini sehingga Forerunner 955 jika dibandingkan 2 seri bawahnya memiliki bobot yang paling berat yaitu di 52g. Selain itu juga perbedaan terdapat pada jenis layar yang digunakan seperti yang sudah sempat di mention di awal. Selain itu, perbedaan yang paling terlihat adalah pada seri Forerunner 955 layarnya sudah memiliki fitur touch screen sehingga pengguna bisa mengoperasikan jamnya dengan layar sentuh.

2. Fitur Kesehatan & Olahraga

Dari fitur tracking yang ada, ketiganya sudah dibekali GPS, GLONASS, GALILEO. Namun, hanya pada seri Forerunner 255 dan 955 yang sudah memiliki fitur Multi-Frequency Positioning yang mana dapat menggunakan semua jenis satelit dalam satu waktu. Sehingga dapat dipastikan tingkat akurasi dari Garmin Forerunner 55 akan kalah dengan seri atasnya yaitu 255 dan 955. Selain itu untuk sensor detak jantung yang ada, Garmin selalu memperbarui sensor pada keluaran terbarunya. Namun bukan berarti seri Forerunner 55 tidak dapat membaca detak jantung dengan akurat, hanya saja memang jika dibandingkan tingkat akurasinya, Garmin Forerunner 255 dan 955 akan lebih akurat dikarenakan peruntukan yang memang lebih ke ranah profesional. Terakhir terkait baterai, ketiganya tidak perlu dikhawatirkan lagi akan habis ketika sedang berolahraga karena mampu bertahan hingga 14 hari pemakaian normal.

Photo by Imperfect Idealist

Selain membagi seri jam berdasarkan fungsinya, Garmin juga memberikan opsi terhadap penggunanya di beberapa tipe jamnya. Seperti pada Garmin Forerunner 255 terdapat 4 varian yaitu : 255, 255 music, 255s, dan 255s music. Untuk yang seri music terdapat memori internal untuk menyimpan musik secara offline sehingga pengguna tidak perlu membawa handphone saat lari untuk mendengarkan musik. Selain seri musik, terdapat seri ‘s’. Perbedaannya dengan yang seri biasa hanya terletak pada ukuran jam. Tentu hal tersebut berpengaruh pada daya tahan baterainya yang mana seri 255 memiliki daya tahan baterai yang lebih lama 2 hari dibanding 255s. Selain dari segi baterai, tentunya ukuran jam mempengaruhi dari berat jam itu sendiri. Untuk seri ‘s’ memiliki berat 10g lebih ringan dari seri yang biasa.

Tidak hanya seri 255, Garmin forerunner 955 juga terdapat 2 varian yaitu : 955 dan 955 Solar. Perbedaannya terletak pada daya tahan baterainya. Tentu, seri 955 Solar memiliki daya tahan baterai lebih lama 5 hari dibanding 955 biasa jika solar chargenya diaktifkan. Selain itu, walaupun menggunakan Power Glass atau Power Sapphire watch lenses yang dapat mengubah cahaya matahari menjadi daya baterai, perbedaan beratnya hanya selisih 1g lebih berat dibanding seri 955 yang biasa.

Kira-kira dari perbandingan diatas, mana sih yang lebih menarik antara Garmin Forerunner 55, Forerunner 255, atau Forerunner 955?

Apabila kamu ingin mendukung WIA Journal dengan membeli produk yang kami bahas, klik tautan berikut ini :

Garmin Forerunner Series : wia.id/d/brand/garmin-indonesia/jual-garmin-forerunner?entity_id=450